Pages

Sabtu, 08 November 2014

Tips Menghilangkan Bosan Saat Belajar

pernahkah kamu merasa bosan di tengah jam pelajaran sekolah ? Apa yang kamu lakukan saat berada pada situasi tersebut, tetap berusaha menyimak penjelasan guru atau justru melakukan hal-hal lain untuk mengusir rasa bosan yang Kamu rasakan?

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Indiana University Bloomington pada tahun 2006-2009 terhadap 275.000 siswa SMA di Amerika, diketahui sebesar 65% siswa mengaku mengalami kebosanan di kelas paling tidak sekali dalam satu hari (Sparks, 2012). 

Di Indonesia, masalah kebosanan siswa di kelas juga banyak ditemui. Rasanya cukup mudah untuk menemukan siswa yang memainkan handphone, berbicara dengan teman, menggambar, membaca bacaan yang tidak terkait dengan pelajaran, atau bahkan tertidur saat guru tengah mengajar di kelas. Kondisi tersebut tentu saja tidak ideal untuk berlangsungnya kegiatan belajar-mengajar di kelas. 

Lalu bagaimana caranya agar siswa terhindar dari rasa bosan di kelas? Cara paling baik yang dapat dilakukan guru adalah meningkatkan keterlibatan siswa di dalam kelas. Keterlibatan siswa ini dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan teori flow.

Konsep flow pertama kali dikemukakan oleh Csikszentmihalyi (1990). Menurut pendapat Csikszentmihalyi (1990, dalam Rupayana, 2002), flow adalah perasaan yang timbul pada diri seorang manusia saat ia bertindak secara total di dalam kegiatan yang ia ikuti. Nakamura dan Csikszentmihalyi (2002) menerangkan bahwa seseorang yang mengalami flow akan menganggap aktivitas yang ia lakukan penting dan berharga untuk ia lakukan, terlepas dari ada atau tidaknya gol yang dapat dicapai dalam melakukan kegiatan tersebut. Individu yang mengalami flow biasanya terlibat secara intens di dalam kegiatan yang ia lakukan, sehingga tak jarang mereka cenderung untuk tidak sadar dengan waktu atau tempat (Schunk, Pintrich & Meece , 2008).
Flow tidak terjadi secara tiba-tiba. Menurut Csikszentmihalyi (1997, dalam Shernoff, Csikszentmihalyi, Schneider & Shernoff, 2003).

untuk dapat mengalami flow, (1) seseorang perlu berkonsentrasi, (2) merasa berminat, serta (3) bersemangat pada saat saat ia melakukan suatu aktivitas. Ketiga unsur tersebut perlu untuk terpenuhi pada saat yang bersamaan agar flow bisa terjadi. Di dalam setting sekolah, flow diketahui dapat terjadi pada siswa jika tugas-tugas yang diberikan oleh guru sesuai dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Tugas-tugas sekolah yang diberikan kepada siswa sebaiknya tidak terlalu mudah tapi juga tidak terlalu mudah. 

Flow juga terjadi saat kondisi lingkungan belajar dapat membuat siswa lebih semangat, terstimulasi, serta mau untuk lebih terlibat di dalam proses belajar. Selain itu, flow bisa pula terjadi jika siswa menemukan adanya relevansi antara materi yang dipelajari dengan kehidupan mereka sehari-hari. Terakhir, adanya keleluasaan yang cukup besar pada siswa untuk mengontrol aktivitas belajarnya juga diketahui dapat membuat siswa mengalami flow.

Flow diketahui memiliki dampak positif terhadap performa belajar siswa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Shernoff, Csikszentmihalyi, Schneider dan Shernoff (2003) menunjukkan bahwa siswa yang mengalami flow lebih mau untuk terlibat di dalam proses belajar, mengalami peningkatan performa akademik, lebih merasa bersemangat saat mendapat tugas yang cukup menantang, dan cenderung lebih baik dalam hal atensi, mood serta motivasi belajar dibandingkan siswa-siswa lain yang tidak mengalami flow

Hasil penelitian lainnya yang menunjukkan eratnya kaitan flow dengan pencapaian akademik ditemukan oleh Engeser et al. (2005, dalam Schuler & Engster, 2009). Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa pengukuran flow di awal semester pada siswa yang mengambil kelas bahasa asing dapat memprediksi pencapaian mereka di akhir semester.

Teori flow cukup mudah diaplikasikan di dalam setting belajar-mengajar di kelas. Schunk, Pintrich dan Meece (2008) memberikan lima tips untuk mengaplikasikan teori flow di dalam kelas.
Tips tersebut antara lain:
1. Sesuaikan antara tingkat kesulitan tugas dengan kemampuan yang dimiliki oleh siswa: Tugas yang diberikan kepada siswa sebaiknya bersifat menantang, namun masih dapat dikerjakan oleh mereka. Dengan demikian, tantangan tersebut dapat membuat siswa termotivasi untuk menyelesaikannya, bukan malah membuat mereka menjadi demotivasi.
2. Ciptakan kesempatan bagi siswa untuk menentukan pilihan, mengambil keputusan, dan aktif melakukan sesuatu: Contohnya pada pelajaran komputer, siswa diminta untuk membuat sebuah program sederhana. Namun mereka diberi kebebasan untuk membuat program apapun, asalkan sesuai dengan apa yang telah dipelajari di kelas.
3. Ciptakan iklim emosional yang positif dan bebas dari rasa takut, cemas, atau emosi negative lainnya di kelas dapat memancing siswa untuk dapat mengalami flow saat sedang belajar di kelas.
4. Berikan tugas yang memiliki tujuan jelas: Hal ini sesuai dengan pandangan dasar dari teori flow, yakni keterlibatan mendalam di dalam suatu aktivitas dapat terjadi apabila individu mengetahui target atau gol secara jelas. Target yang jelas ini akan membantu siswa agar usahannya lebih fokus.
5. Menciptakan berbagai kesempatan untuk memberikan umpan balik: Saat siswa sedang mengerjakan latihan di kelas, guru sebaiknya berkeliling sambil melihat progress para siswanya. Dengan berkeliling, guru dapat memberikan kesempatan untuk bertanya sesegera mungkin saat ia mengalami kesulitan untuk mengerjakan soal latihan.


Sumber: ruang psikologi

0 komentar:

Posting Komentar

 

Template by BloggerCandy.com